Akibat Tidak Membayar Hutang Dalam Islam Beserta Dalilnya


Hutang menurut Islam adalah kewajiban keuangan yang harus dipenuhi oleh pihak yang berhutang kepada pihak yang memberi pinjaman, dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Islam membolehkan adanya hutang piutang, bahkan menganjurkan untuk memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan, karena itu termasuk bentuk tolong-menolong dan mendapatkan pahala.

Batasan batasan Hutang

Namun, Islam juga memberikan batasan dan pedoman yang jelas dalam mengelola hutang, agar tidak menimbulkan dampak negatif pada kehidupan individu maupun masyarakat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hutang piutang menurut Islam adalah:
  1. Hutang harus dilakukan dengan niat yang baik, bukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting atau berlebihan.
  2. Hutang harus disertai dengan perjanjian yang jelas dan adil, tanpa unsur riba atau bunga, yang merupakan dosa besar dalam Islam.
  3. Hutang harus dibayar sesuai dengan kesanggupan dan waktu yang telah ditentukan, tanpa menunda-nunda atau mengingkari.
  4. Hutang harus diakui dan dicatat dengan baik, agar tidak terjadi perselisihan atau kekeliruan.
  5. Hutang harus diutamakan dalam pengeluaran, sebelum membelanjakan harta untuk hal lain.
  6. Hutang harus dihindari jika tidak ada kebutuhan mendesak, karena hutang dapat menyebabkan kerisauan, kehinaan, dan dosa jika tidak dapat dibayar.

Sebuah Cerita Tentang Orang Yang Ogah Membayar Hutang

Rudi adalah seorang pedagang kaki lima yang suka berhutang kepada teman-temannya. Dia selalu berjanji akan membayar hutangnya tepat waktu, tetapi sering kali dia melanggar janjinya. Dia lebih suka menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting, seperti rokok, minuman keras, dan judi.

Suatu hari, dia berhutang kepada Budi, seorang pedagang sayur yang juga temannya. Dia meminjam uang sebesar satu juta rupiah dengan alasan untuk membayar biaya sekolah anaknya. Budi percaya kepada Rudi dan memberikan uangnya dengan syarat harus dibayar dalam waktu satu minggu.

Namun, satu minggu berlalu dan Rudi tidak kunjung membayar hutangnya. Budi mencari Rudi di tempat biasanya berjualan, tetapi tidak menemukannya. Dia bertanya kepada pedagang lain, dan ternyata Rudi sudah pindah ke tempat lain. Budi merasa kesal dan curiga bahwa Rudi sengaja menghindarinya.

Budi tidak menyerah dan terus mencari Rudi. Akhirnya, dia menemukan Rudi di sebuah warung kopi. Dia melihat Rudi sedang asyik merokok dan minum kopi. Budi langsung mendekati Rudi dan menagih hutangnya.

"Rudi, mana uangku yang kamu pinjam? Sudah seminggu loh, kamu janji akan bayar hari ini!" tanya Budi dengan nada marah.

"Eh, Budi, apa kabar? Maaf ya, aku lupa. Uangku lagi habis nih, besok aja ya aku bayar," jawab Rudi dengan santai.

"Besok aja? Kamu kira aku bodoh? Kamu sudah berhutang banyak sama orang, tapi malah buang-buang uang untuk rokok dan kopi. Kamu tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali!" bentak Budi.

"Ah, jangan marah-marah dong. Kamu kan temanku, harus saling mengerti. Lagian, uang satu juta itu kecil, nggak usah dibikin ribet. Aku pasti bayar kok, tenang aja," kata Rudi sambil tersenyum.

"Kecil? Bagi kamu mungkin kecil, tapi bagi aku besar. Aku butuh uang itu untuk modal dagang. Kamu tahu kan, sekarang harga sayur naik terus. Kalau kamu nggak bayar sekarang, aku akan laporkan kamu ke polisi!" ancam Budi.

"Polisi? Kamu mau lapor polisi gara-gara uang satu juta? Kamu nggak punya hati, Budi. Kamu nggak layak jadi temanku!" sahut Rudi.

Rudi dan Budi terlibat pertengkaran yang semakin panas. Mereka saling maki dan dorong. Para pengunjung warung kopi yang melihat kejadian itu mencoba melerai mereka, tetapi sia-sia. Rudi dan Budi tidak mau berhenti berkelahi.

Tiba-tiba, seorang pria berbadan besar dan berwajah garang masuk ke warung kopi. Dia adalah Pak Slamet, seorang rentenir yang terkenal kejam dan bengis. Dia melihat Rudi dan Budi yang sedang berantem, dan langsung menghampiri mereka.

"Ada apa ini? Kenapa kalian berdua ribut?" tanya Pak Slamet dengan suara menggelegar.

"Pak Slamet, tolong bantu saya. Orang ini berhutang sama saya satu juta rupiah, tapi nggak mau bayar. Dia malah ngelawan dan ngancam saya," kata Budi sambil menunjuk Rudi.

"Oh, begitu. Kamu berhutang sama dia satu juta rupiah?" tanya Pak Slamet kepada Rudi.

"Iya, Pak. Tapi saya belum bisa bayar sekarang. Saya minta waktu sampai besok," jawab Rudi dengan ketakutan.

"Besok? Kamu kira aku bodoh? Kamu sudah berhutang sama aku lima juta rupiah, dan kamu belum bayar sampai sekarang. Kamu pikir aku nggak tahu kamu selalu menghindar dari aku? Kamu kira aku nggak tahu kamu suka berhutang sana-sini, tapi nggak pernah bayar?" bentak Pak Slamet.

Rudi terkejut dan ketakutan. Dia tidak menyangka bahwa Pak Slamet mengetahui semua hutangnya. Dia berusaha mencari alasan, tetapi Pak Slamet tidak mau mendengarnya.

"Kamu sudah terlalu banyak berbuat salah, Rudi. Sekarang, kamu harus membayar semua hutangmu, atau aku akan bawa kamu ke markas aku. Kamu tahu kan, apa yang akan aku lakukan sama kamu di sana?" ancam Pak Slamet.

Rudi merasa putus asa. Dia tidak punya uang untuk membayar semua hutangnya. Dia tahu bahwa Pak Slamet tidak akan memberinya ampun. Dia hanya bisa pasrah dan menyesali semua perbuatannya.

Hikmah Dari Cerita Di Atas

Dari cerita ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa berhutang adalah hal yang harus dihindari. Berhutang bisa menimbulkan masalah dan konflik dengan orang lain. Berhutang juga bisa membuat kita terjerat dalam lingkaran setan yang sulit untuk keluar. Berhutang juga bisa merusak hubungan persahabatan dan kepercayaan.

Oleh karena itu, kita harus bijak dalam mengelola keuangan kita. Kita harus hemat dan tidak boros. Kita harus menabung dan berinvestasi. Kita harus mencari penghasilan yang halal dan berkah. Kita harus bersyukur dan berbagi dengan orang lain. Kita harus menjauhi hal-hal yang haram dan merugikan, seperti rokok, minuman keras, dan judi.

Beberapa Dalil Masalah Hutang

Hutang adalah salah satu masalah yang sering dihadapi oleh banyak orang. Islam mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam berhutang dan berusaha untuk melunasinya secepat mungkin. Berikut ini adalah beberapa dalil dari alquran dan sunnah mengenai hutang:

Allah berfirman
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 280)

Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَٱكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُب بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَن يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ فَإِن كَانَ ٱلَّذِى عَلَيْهِ ٱلْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَن يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُۥ بِٱلْعَدْلِ ۚ وَٱسْتَشْهِدُوا۟ شَهِيدَيْنِ مِن رِّجَالِكُمْ ۖ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَٱمْرَأَتَانِ مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ ٱلشُّهَدَآءِ أَن تَضِلَّ إِحْدَىٰهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَىٰهُمَا ٱلْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ ٱلشُّهَدَآءُ إِذَا مَا دُعُوا۟ ۚ وَلَا تَسْـَٔمُوٓا۟ أَن تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰٓ أَجَلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَٰدَةِ وَأَدْنَىٰٓ أَلَّا تَرْتَابُوٓا۟ ۖ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوٓا۟ إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَآرَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِن تَفْعَلُوا۟ فَإِنَّهُۥ فُسُوقٌۢ بِكُمْ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.

Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.

Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. 

Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. Al-Baqarah: 282)

Rasulullah SAW bersabda

"Barangsiapa ruhnya berpisah dari jasad sedangkan ia terbebas dari tiga perkara ini, ia pasti akan masuk surga. Ketiga hal tersebut adalah terbebas dari sombong, khianat, dan utang." (H.R. Ibnu Majah)

Rasulullah SAW bersabda

"Aku lebih utama bagi setiap orang mukmin daripada dirinya sendiri, barang siapa yang mati dengan meninggalkan harta pusaka, maka keluarganya yang akan mewarisi, dan siapa yang meninggalkan hutang atau istri, anak dan tanggungan yang miskin, maka aku yang menyelesaikan urusan mereka dan akulah yang akan menanggung segala hutang si mati." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW bersabda

"Janganlah kalian mati dalam keadaan berhutang, karena hutang akan dibayar dengan pahala dan dosa." (H.R. Ahmad)

Penutup

Semoga dalil-dalil ini dapat memberikan kita pemahaman dan motivasi untuk berhati-hati dalam berhutang dan berusaha untuk melunasinya secepat mungkin.

Source:

  1. Ayat Al-Quran Tentang Utang-Piutang, Pinjaman, Dosa Tak Melunasinya. https://tirto.id/ayat-al-quran-tentang-utang-piutang-pinjaman-dosa-tak-melunasinya-gleP.
  2. 6 Ayat Al-Quran Tentang Hutang - Al-Quran Pedia. https://www.alquranpedia.org/2018/08/6-ayat-al-quran-tentang-hutang.html.
  3. Dalil Alquran Tentang Pencatatan Hutang | kumparan.com. https://kumparan.com/bacaan-alquran/dalil-alquran-tentang-pencatatan-hutang-20QBOAuC6O1.
  4. Hadits-Hadits tentang Bahaya Hutang - Muslim.or.id. https://muslim.or.id/68043-hadits-hadits-tentang-bahaya-hutang.html.

Posting Komentar

"Berkomentarlah dengan bijak dan sopan, mari kita budayakan bertutur kata yang baik dan saling menghormati. Mohon maaf bila komentar Anda yang tidak memenuhi kriteria tersebut akan saya hapus. Bila Anda ingin memberikan saran, kritik, masukan yang membangun, dan memberikan tambahan materi bila ada kekurangan pada artikel yang sedang dibahas dengan senang hati saya persilakan, terima kasih."