Penjelasan Mengapa Puasa Dianggap sebagai Perisai Terhadap Nafsu dan Perilaku Buruk

Penjelasan Mengapa Puasa Dianggap sebagai Perisai Terhadap Nafsu dan Perilaku Buruk


Puasa adalah salah satu ibadah yang diwajibkan bagi umat Islam di bulan Ramadhan. Puasa memiliki banyak manfaat, baik dari segi kesehatan, sosial, maupun spiritual. Salah satu manfaat spiritual puasa adalah sebagai perisai atau pelindung bagi orang yang melaksanakannya dari nafsu dan perilaku buruk. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم

"Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, 'Aku sedang berpuasa'" (H.R. Bukhari dan Muslim).

Lalu, bagaimana puasa dapat menjadi perisai terhadap nafsu dan perilaku buruk? Apa saja mekanisme dan hikmah di baliknya? Artikel ini akan menjelaskan hal tersebut dengan mengacu pada sumber-sumber ilmiah dan keislaman.

Puasa sebagai Perisai dari Nafsu Syahwat

Nafsu syahwat adalah keinginan atau hasrat yang mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan secara fisik atau psikologis, seperti makan, minum, tidur, berhubungan intim, dan sebagainya. Nafsu syahwat merupakan fitrah manusia yang diberikan oleh Allah sebagai sarana untuk mempertahankan hidup dan melanjutkan keturunan. Namun, jika nafsu syahwat tidak dikendalikan, maka ia akan menjadi sumber dosa dan kerusakan. Allah berfirman:

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan). Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Yusuf: 53).

Puasa adalah salah satu cara untuk mengendalikan nafsu syahwat, karena dengan puasa seseorang menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan intim dari terbit fajar hingga terbenam matahari. 

Dengan demikian, puasa akan mengurangi kekuatan nafsu syahwat dan membuatnya lebih mudah untuk ditundukkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

"Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu baginya perisai" (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa puasa adalah perisai yang dapat melindungi seseorang dari godaan syahwat yang terlarang, seperti zina, masturbasi, pornografi, dan sebagainya.

Puasa juga dapat membantu seseorang untuk menjaga pandangannya dari hal-hal yang tidak pantas, seperti aurat, kemolekan, dan kecantikan lawan jenis.

Puasa juga dapat menumbuhkan kesadaran bahwa Allah senantiasa melihat dan mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-Nya, sehingga ia akan merasa malu untuk melakukan hal-hal yang menyakiti Allah.

Puasa sebagai Perisai dari Perilaku Buruk

Perilaku buruk adalah tindakan atau ucapan yang merugikan diri sendiri atau orang lain, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Perilaku buruk dapat berupa kekerasan, kebohongan, fitnah, ghibah, namimah, iri, dengki, sombong, ujub, riya, dan sebagainya. 

Perilaku buruk merupakan akibat dari nafsu amarah, yaitu nafsu yang mendorong seseorang untuk marah, benci, dendam, dan membalas. Nafsu amarah juga merupakan fitrah manusia yang diberikan oleh Allah sebagai sarana untuk membela diri dan kebenaran.

Namun, jika nafsu amarah tidak dikendalikan, maka ia akan menjadi sumber kezaliman dan permusuhan.

Allah berfirman:

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

"Dan jika ada godaan dari syaitan yang menimpa kamu, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Al-A'raf: 200).

Puasa adalah salah satu cara untuk mengendalikan nafsu amarah, karena dengan puasa seseorang akan merasakan lapar, haus, lemah, dan sabar.

Dengan demikian, puasa akan mengurangi kekuatan nafsu amarah dan membuatnya lebih mudah untuk ditaklukkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَأَشَدُّ مَا يَجْرِي فِيهِ الدَّمُ فِي الْجُوْعِ وَالْعَطَشِ فَإِذَا أَفْطَرَ الصَّائِمُ تَرَكَ الشَّيْطَانَ

"Sesungguhnya syaitan itu berjalan di dalam tubuh manusia sebagaimana darah berjalan, dan darah paling deras berjalan ketika lapar dan haus. Maka apabila orang yang berpuasa berbuka, syaitan pun meninggalkannya" (H.R. Ahmad, shahih).

Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa puasa adalah perisai yang dapat melindungi seseorang dari godaan syaitan yang menyeru kepada perilaku buruk. Puasa juga dapat membantu seseorang untuk menjaga lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak baik, seperti kekerasan, kebohongan, fitnah, ghibah, namimah, dan sebagainya.

Puasa juga dapat menumbuhkan kesabaran, kerendahan hati, dan kelembutan dalam berinteraksi dengan orang lain. Puasa juga dapat meningkatkan rasa syukur, empati, dan solidaritas dengan orang-orang yang membutuhkan. Puasa juga dapat mengajarkan seseorang untuk menghargai nikmat Allah dan tidak menyia-nyiakannya.

Kesimpulan


Puasa adalah ibadah yang memiliki banyak manfaat spiritual, salah satunya adalah sebagai perisai terhadap nafsu dan perilaku buruk.

Puasa dapat mengendalikan nafsu syahwat dan nafsu amarah yang merupakan sumber dosa dan kerusakan. Puasa juga dapat melindungi seseorang dari godaan syaitan dan syahwat yang terlarang.

Puasa juga dapat membentuk akhlak yang mulia, seperti sabar, rendah hati, lembut, syukur, empati, dan solidaritas. Puasa juga dapat mendekatkan seseorang kepada Allah dan meningkatkan ketaqwaannya.

Oleh karena itu, hendaklah kita menjalankan puasa dengan sebaik-baiknya dan memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk membersihkan diri dari nafsu dan perilaku buruk.

Posting Komentar

"Berkomentarlah dengan bijak dan sopan, mari kita budayakan bertutur kata yang baik dan saling menghormati. Mohon maaf bila komentar Anda yang tidak memenuhi kriteria tersebut akan saya hapus. Bila Anda ingin memberikan saran, kritik, masukan yang membangun, dan memberikan tambahan materi bila ada kekurangan pada artikel yang sedang dibahas dengan senang hati saya persilakan, terima kasih."